PROSA





Pengharapan Tanpa Jawaban dan Ujung yang Tak Mempunyai Akhir


oleh : Sintia NA



Mungkin kamu tidak akan pernah percaya akan ini dan menganggapnya hanya pembualan belaka, karena di matamu aku adalah dinding kokoh yang tidak akan pernah runtuh. 
Namun, kenyataannya inilah yang aku rasakan. Adakalanya aku lelah, lelah dengan apa yang aku perjuangkan untukmu sekuat tenaga, namun hanya pengabaian yang aku dapatkan. 
Ada kalanya aku lelah melihatmu bergandengan, tersenyum dengan dia tanpa sedikitpun memedulikan aku. Tanpa sejenak melihatku ke belakang, seseorang yang sangat mencintaimu dengan segenap hati dan hidupnya.
Apa di sini yang salah aku? Atau takdir yang tak tepat mengirimkan seseorang yang harus aku cintai tapi penuh dengan rasa sakit?
Ini seperti aku yang harus memeluk kaktus yang sama sekali aku tak menginginkan itu tapi harus.
Ini seperti musim dingin yang tak pernah berakhir.
Ketika aku melihatmu tersedu dengan pipi yang merah kentara karena dia.
Aku kembali bangkit, bangkit untuk terus memperjuangkanmu hingga akhir.
Mengapa kau harus memilihnya? Membiarkan ia meneteskan air di matamu begitu banyak?
Sedangkan di sini ada aku yang siap menjadi tisu, menjadi payung, badut atau apapun untuk membuatmu bahagia, tanpa ingin melihatmu terluka sedikitpun.
Bunuh aku jika aku membuat air di matamu menetes walau hanya satu butir.
Kenapa kau masih mempertahankan ia yang tidak sepenuhnya bisa membuatmu bahagia?
Apa jawabannya seperti apa yang aku lakukan?
Aku tidak bisa meninggalkan untuk tak mencintaimu, meski aku tahu aku hanya angin lalu.
Hanya seonggok daging tanpa tuan di pasaran, yang pada akhirnya  membusuk di tong sampah jalanan.
Aku hanya pengabaian-pengabaian yang sama sekali tidak kau inginkan.
Meskipun begitu aku tak bisa berlalu begitu saja untuk tak mencintaimu.
Apa sekarang kita impas?
Tidak, tentu saja tidak.
Kita sama sekali tak sebanding.
Meski kau selalu menangis tapi setidaknya kau pernah merasakan bahagia dengan dia.
Sedangkan aku?
Jangan tanyakan bagaimana aku, karena kau tak akan pernah sanggup untuk mendengarnya.
Selalu ada malam-malam sunyi penuh sesak yang harus aku lewati setiap harinya.

Tanpa tahu kapan itu akan berakhir.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita Hanya Rangkaian Cerita yang Tak Tahu Akan Menjadi Apa

Aku Sedang Membaca Kata-kata Dalam Tempurung Kepalamu

CERPEN - Toples Selai Kacang