Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2020

Sekotak Rindu

Gambar
Apa kamu ingat? Ketika kita membincang kan berbagai hal dari yang penting sampai tidak penting sama sekali? Mungkin kamu mengingatnya, hanya saja aku tak tahu. Sedangkan aku mengingatnya dengan jelas, dan aku tahu kamu pasti tahu itu. Waktu itu aku pernah sangat kaget, ketika kamu mengabariku lewat whatsapp. Seseorang yang selalu menjadi saingan terberat kita saat di sekolah dasar menikah secara tiba-tiba, yang padahal setauku dia masih duduk di kelas 2 SMA sepertiku. Aku benar-benar tidak percaya awalnya. Bukan aku tidak percaya padamu, hanya saja ini seperti membalikkan logikaku. Kamu tahu sendiri, dia orang yang sangat pendiam, tak banyak tingkah seperti kita. Dia juga anak seorang guru yang dihormati, mana mungkin.  Saat aku pulang ke rumah mamah, kamu mengajakku untuk ke rumahnya, ingin membuktikan semua itu dan menegaskan bahwa apa yang kamu katakan benar. Ketika kita sampai di rumahnya, aku bingung harus berkata apa. Wajah dia sangat pucat dan kurus. J

Tak Terbatas Udara dan Kata-kata

Gambar
"Sebuah permata tidak akan pernah kehilangan nilainya." Seekor burung mengepakan sayap lebarnya dengan anggun dan tenang, setelah mendengar jawaban itu. Di sampingnya seekor burung jantan tersenyum ke arahnya. Mereka selalu menghabiskan waktu dengan bepergian ke mana pun, berhari-hari bahkan berminggu-minggu tak pulang.  Mereka baru saja mengamati seorang anak yang terjatuh penuh dengan lumpur, tak ada satu pun anak yang menolongnya sampai seseorang yang seumuran dengannya mengulurkan tangan dengan senyum paling cerah. Kedua burung itu mengamati interaksi mereka, anak yang tadi terjatuh tidak ditolong karena ia mengenakan pakaian yang berbeda dari anak-anak yang berada di sana. "Setiap orang tidak harus menjadi sama untuk disukai oleh orang lain."  Burung betina tertawa dengan renyah, teman seperjalanannya benar dan ia setuju akan itu.  "Terkadang menjadi manusia itu sangat merepotkan dan melelahkan." "Kau benar."

Pertikaian Kematian (Prolog)

Aku tidak pernah jujur terhadap apapun, termasuk padamu, bahkan saat aku melihatmu untuk terakhir kali. Aku tidak pernah benar-benar tahu apa yang membuatmu pergi dengan jelas, beberapa orang hanya mengatakan kamu terserang sebuah penyakit yang mematikan. Sampai-sampai jika ada orang yang menyebut nama penyakit itu, ia sama saja bunuh diri. Aku awalnya tak percaya dengan semua hal itu, tapi setelah beberapa orang terdekatku melakukannya dan mengalami hal yang sama aku jadi mempercayainya. Orang pintar yang berada di desa mengatakan jika penyakit ini tak ada obatnya, kita hanya bisa meminimalisir saja kemungkinannya, mengubur semua hal yang berkaitan dengannya sedalam mungkin, jangan sampai ada yang mengusik sedikitpun. Aku mulai ngeri membayangkannya, sejak kapan penyakit itu ada dan siapa yang menularkannya aku tidak tahu, yang jelas saat ini kampung sedang geger karenanya. "Warga diharap waspada serta jangan asal bicara, ucapan harus dijaga dengan baik jika tak ingin mat

Aku Tidak Berniat Menggandakan Luka

Gambar
Aku menyadarkan diri berkali-kali, mengingat hari-hari lalu yang telah kita lewati sebelum kamu memutuskan datang kembali pada hari ini. Untukmu mungkin lukaku bukan apa-apa, seperti katamu kamu bisa menyembuhkannya jika diberikan kesempatan untuk melakukannya. Yang tidak kamu tahu dan paham adalah seberapa parah luka itu ada. Aku yang sudah bersusah payah bangkit kembali, membuang segala hal yang mampu membuatku menyerahkan semua mimpi-mimpi dalam kesedihan yang diakibatkan olehmu. Dengan entengnya kamu berkata begitu. Apa kamu sepercaya diri itu bisa membuatku memberimu kesempatan lagi? Aku hanya tersenyum, tatkala kamu mulai mengatakan hal-hal yang menurutku tak perlu, apalagi tentang masa lalu kita. Mungkin kamu menganggapku batu atau pedendam, tapi sungguh aku sama sekali tidak peduli dengan apa yang kamu pikirkan tentangku sekarang. Semua ruang yang dulu penuh olehmu, kini sudah tak ada lagi. Kamu sudah bukan bagian dari ruang kehidupanku. Kini, kamu hanya orang

Jurusan Sesuai Minat atau Keadaan

           Dewasa ini, pasti kita banyak sekali menemukan persimpangan yang ga sedikit bikin bingung dan galau. Salah satunya dalam memilih jurusan. Kita menginginkan sebuah jurusan sesuai dengan passion dan minat, tapi malah dipaksa harus milih jurusan yang berbeda. Jadi, gimana sih cara menyikapinya? Penulis mau sharing pengalaman nih.         Sejak sekolah dasar penulis memang udah suka banget nulis puisi, tapi punya cita-cita jadi dokter. Ga tahu juga dulu kenapa punya cita-cita jadi dokter, kaya pengen dikira keren aja pas ada yang nanya cita-cita mau jadi apa. Pas masuk sekolah menengah pertama, malah bingung mau jadi apa, ngejalanin dulu aja apa yang ada. Tapi emang punya keinginan jadi sarjana ga tahu jadi sarjana apa yang penting punya gelar. Kebingungan itu makin muncak pas duduk di sekolah menengah atas. Di masa-masa ini mulai banyak banget orang yang ngasih saran harus begini-begitu, ngasih masukan harusnya gimana. Dari sana timbulah keinginan untuk menelusuri lebih