Cerpen - Menyambangi Bekas Luka
Aku
menyambangi bekas luka yang terjaga
bertahun-tahun
dalam kepalamu. Meski itu merupakan pengajaran terbaik dalam abad mana pun,
tapi tetap saja denyutannya selalu membuatmu limbung.
Kau pernah begitu tertatih dalam menata ruang rasamu sendiri. Ditinggalkan seseorang yang selalu meredam kesedihannya dengan baik untuk membuatmu bahagia memang tak mudah. Kamu dipaksa baik-baik saja serta tersenyum berjalan di atas puluhan duri. Dunia tak menginginkan bahagiamu kala itu. Kamu susah payah menjalani semuanya sejak itu.
Tinggimu saat itu hanya sebatas bahuku. Setiap pagi, kamu berangkat sekolah menggunakan seragam kebanggaanmu yang berwarna putih biru. Kamu sangat senang karena berhasil masuk sekolah di kota yang merupakan sekolah favorit. Kamu yang tadinya selalu berbicara lantang dan mengatakan banyak hal, kini lebih banyak diam dan mengamati berbagai hal. Kamu terkadang berpikir apakah kamu benar-benar bisa baik-baik saja.
Kamu mulai limbung, ke arah mana kamu harus berjalan. Mana sesuatu yang benar dan tidak. Kamu melakukan hal seenaknya, bermain tanpa kenal waktu. Sampai suatu petang, kamu memasuki sebuah tempat di mana kamu mendapatkan pengajaran yang tidak kamu dapatkan sebelumnya. Di sana, kamu dididik disiplinkan dengan keras. Kamu mulai sadar dan tahu, ke arah mana kamu harus pergi. Dari sana kamu terus berjuang, mempertaruhkan semua yang kamu bisa untuk menggapai segala mimpi-mimpi yang selalu orang anggap sebelah mata. Kamu mengalami waktu yang lebih buruk dari sebelumnya. Tapi, kamu tetap kuat dan menggenggam semua harapan dalam aliran darah dan detak jantungmu.
Kemarin, aku mengunjungi seseorang yang selalu kau jadikan kesayangan, selalu membuatmu bisa menjadi baik-baik saja. Sekarang, kamu berpikir, atas kehilangannya kamu bisa menjadi kamu yang sekarang. Jika sejak awal, kamu selalu mengalami waktu yang mudah, kamu tidak akan bisa tumbuh menjadi kamu yang sehebat sekarang. Kamu bersedih atas kehilangannya sekaligus berterima kasih karena diizinkan dewasa dengan segala pembelajaran yang kamu akui sekarang itu membangun kepribadianmu lebih baik.
Sudah lama sekali aku tak mengunjunginya. Aku merasa menjadi seseorang yang jahat dan tak tahu terima kasih. Tanaman liar tumbuh di atas pusarannya. Tempat peristirahatan terakhirnya kini lebih terang, tidak semenyeramkan dulu. Sekarang banyak rumah di sana. Banyak anak-anak juga yang bermain di sana. Ada jalan besar yang bisa dilalui beberapa motor, tidak setapak seperti dulu yang becek, yang tak pernah dilalui motor karena tak mau jatuh atau pun kendaraannya kotor. Kini tempat yang disediakan untuk orang-orang berziarah atau pun membuat pusaran baru sangat sempit. Aku nyaris tak mengenalinya lagi.
Kuucapkan salam dan permintaan maaf yang tak pernah aku katakan padanya setelah sekian lama. Kubersihkan ranting-ranting kering dan rumput-rumput yang mulai menghalangi pandanganku melihat batu nisannya. Doa kupanjatkan khusuyuk. Setelah selesai memanjatkan doa aku menceritakan berbagai hal padanya. Lebih banyak hal yang aku ceritakan padanya dibandingkan pada orang-orang yang sekarang masih menemaniku. Meski kita telah berpisah puluhan tahun, tapi tempatnya sampai kapanpun tidak akan pernah tergantikan. Ia tetap menjadi tempat paling menyenangkan untuk dijadikan sandaran dan tempat meluapkan segala keluh kesah.
Aku menceritakan bagaimana kamu tumbuh menjadi sehebat sekarang, melalui perjalanan yang tak mudah. Kamu tumbuh dengan baik meski tanpanya. Kamu mengalami waktu yang membingungkan akhir-akhir ini. Apa yang sebaiknya kamu dengar, suara hatimu atau ibumu. Sebenarnya Ibumu tak pernah melarangmu melakukan apapun yang kamu mau, Ibumu sepenuhnya percaya, kamu sudah tumbuh dewasa, bisa memilih segala yang terbaik sediri tanpa saran darinya. Tapi, terkadang sikap Ibumu malah berlawan dengan itu. Ia seolah ingin melarangmu tapi haknya untuk itu tak ada. Aku tahu persis bagaimana perasaannya. Meski ia memang Ibumu, tapi, kau dibesarkan hingga sekarang bukan di tangannya. Aku kembali terisak tatkala mengingat kenangan kalian dulu. Aku juga menceritakan bagaimana adikmu tumbuh dengan baik, meski dia sering sekali tak bisa kau atur. Untuk diusianya yang waktu itu masih sangat kecil, tapi dia harus ditinggalkan sosok yang seharusnya menjadi panutannya aku cukup mengacungi jempol. Adikmu tak pernah melakukan kesalahan patal, dia sama-sama tumbuh baik sepertimu. Setelah menceritakan banyak tentangmu padanya. Kini giliranku menceritakan perihal aku.
Sekali lagi, aku minta maaf baru mengunjungimu kembali setelah sekian lama. Bahkan aku sempat lupa tempat di mana kamu diistirahatkan. Sekali lagi tolong maafkan aku. Aku tidak bermaksud melakukan itu. Aku terlalu khawatir tentang banyak, aku bekerja keras untuk membahagiakan keluarga.
Ayah..
apa boleh aku merasa lelah dengan segala yang aku jalani sekarang?
Ayah..
kapan aku boleh berhenti? Kapan kita akan bertemu?
Aku
tahu, aku memang tak seharusnya mengatakan itu padamu. Tapi, aku benar-benar
membutuhkan seseorang yang selalu bisa aku ceritakan banyak hal seperti dirimu.
Aku tidak bisa menceritakan semua yang aku rasakan pada Ibu. Ayah tahu persis
bagaimana Ibu. Aku benar-benar tak ingin membuatnya khawatir.
Ayah..
Kumohon, mintalah pada-Nya untuk membuatku selalu bisa melewati ini semua.
Mungkin sekarang aku merasa benar-benar lelah tentang hal yang sedang aku
jalani. Tapi, meski begitu, aku tahu. Masih banyak hal yang harus aku lakukan.
Masih banyak orang yang harus aku bahagia. Aku tidak bisa membiarkan
orang-orang yang aku sayangi tak bahagia. Aku tak ingin adik merasakan apa yang
pernah aku rasakan dulu. Aku ingin menjadi dinding yang selalu siap melindungi
dan menjadi sandaran mereka kapanpun.
Ayah..
kumohon selalu doakan aku. Meski aku tidak bisa melihatmu, aku tahu kamu bisa
mendengar apa yang aku katakan.
Ayah.. aku sudah tua. Jika usiaku sampai, aku mungkin akan menikah. Aku tidak tahu, apakah ada laki-laki yang sebaik Ayah yang bisa aku temui lagi di dunia ini. Aku tidak bisa menyerahkan hidupku begitu saja pada orang lain. Jika saat itu datang, tolong bantu aku untuk bisa berjalan bersamanya dengan bahagia. Agar aku bisa memberikan cucu yang baik untukmu, yang akan selalu mendoakan dan mengingatmu.
Maaf,
karena adik belum bisa mengunjungimu sekarang. Aku datang ke sini sendiri. Adik
pasti akan secepatnya mengunjungimu ke sini. Tidak usah terlalu khawatir Ayah,
aku akan selalu hidup dengan baik. Aku akan berusaha lebih keras untuk selalu
membahagiakan Ibu dan Adik. Aku akan lebih memperhatikan adik lagi. Aku akan
berusaha menjaga mereka sebaik yang aku bisa. Semoga aku bisa menjadi anak
sulung Ayah yang bisa Ayah banggakan dan andalkan. Terima kasih untuk segala
pelajaran yang pernah Ayah berikan untukku. Terima kasih untuk semua doa yang
selalu Ayah panjatkan untukku. Jangan pernah bosan mendoakan aku di sana ya,
Yah. Aku sangat menyayangi Ayah.
Love
you, Yah.
Cikarang, 2020
Sintia NA
Komentar
Posting Komentar