Teruntuk Semesta Dari aku yang selalu mencoba baik-baik saja https://id.pinterest.com/pin/1078964023212234427/ Entah sudah berlalu berapa lama, yang aku ingat hanya terakhir kali aku melihat senyumannya saat itu. Ketika aku masih sering merengek kesal jika tak dibelikan sesuatu yang kuinginkan. Aku sama sekali tak pernah menyesal telah dibesarkan olehmu, sungguh. Aku tak pernah merasa menjadi seseorang yang sia-sia meski akhirnya harus kau tinggalkan di saat aku belum siap sama sekali. Dulu, aku memang sering berpikir, kenapa harus aku yang mengalami ini. Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai paham. Tidak mungkin ada aku yang sekarang, jika aku tidak kau tinggalkan. Jika kau masih ada, hari ini mungkin aku tetap akan menjadi anak perempuan yang sangat cengeng dan manja. Sedangkan sekarang. Lihatlah aku sudah tumbuh hebat sejauh ini. Akhir-akhir ini, aku mulai sering berpikir tentang menjadi anak perempuan pertama di sebuah kel
Aku mengikuti langkah kakimu yang semakin memudar. Aku kepayang, berdenyut-denyut. Sementara kau, jangankan memberhentikan langkahmu, melihatku saja enggan. Sebelumnya di persimpangan jalan itu, sepasang bola mata kita bertemu. Kau melihatku dengan tatapan aneh yang tak pernah kau perlihatkan sebelumnya. Aku menyapamu dengan lesung pipi ramah yang selalu kau sukai. Tapi, kau malah mengernyitkan kening, seolah-olah kau telah mengganti semua kenangan yang kau punya dengan yang baru, kemudian tak ada lagi aku diingatanmu. Aku meraihmu, menahanmu untuk tak pergi. Aku ingin menjelaskan beberapa hal dan menceritakan semuanya. Tapi kamu menepis tanganku seperti orang asing. Hingga kata-kata itu benar-benar terdengar dari mulutmu, "Siapa kamu!!!!!!" Aku memang sudah bukan siapa-siapa dan tidak berarti lagi dalam hidupmu, tapi apakah kamu memang harus melakukan cara ini untuk membuat hatimu kembali dengan baik setelah perpisahan kita? Aku hanya ingin melepaskanmu, bukan untuk dilupaka
Kamu peluk dan tumpuk erat-erat rasa sakit di hati serta kepalamu. Hari-hari buruk kemudian datang, membuatmu semakin kepayang, tak karuan. Kamu ingin berhenti, dan melepaskan semuanya tanpa merelakan dan memaafkan yang telah bersalah. Kamu ingin melindungi diri sendiri dari ego yang selalu memaksamu untuk tak mau mengakui kesalahan. Kamu selalu mencari pembenaran atas apapun yang kamu lakukan, tak peduli apapun, kamu selalu merasa yang paling benar. Kemudian, berbagai hal membuatmu kecewa dan menangis tersedu. Kamu merasa dunia tak adil, mengutuknya dengan amarah yang memburu. Menyalahkan segalanya. Berulang-ulang hal itu terjadi. Sampai pada akhirnya, kamu sampai pada titik ketika kamu mulai memikirkan segala hal yang telah kamu lakukan sejauh ini. Kamu mulai belajar menerima berbagai hal. Berlapang dada dengan segala rasa sakit. Menerima kekecewaan selebar-lebarnya dalam hatimu. Kebahagiaan sejati yang kamu cari akhirnya menghampirimu, berbincang di teras hatimu dengan penuh suka
Komentar
Posting Komentar