CERMIN - Lorong Kegelapan




Lorong Kegelapan

Oleh : Sintia NA



Aku hanyalah anak remaja pada umumnya.
Suka sekali bermain bersama teman-teman.
Menghabiskan waktu di luar hingga Ibu memanggilku untuk pulang.
Awalnya baik-baik saja.
Aku menyukai masa remajaku, hingga sesuatu terjadi.
Dan itu membuat dunia serta pikiranku berubah.
Aku yang dulunya bersyukur memiliki Ayah dan Ibu kini mengutuk mereka.
Aku benci terlahir sebagai ‘Deliana Marina’
Jika bisa aku memilih, bolehkah aku terlahir sebagai orang lain saja Tuhan?

**********

“Deliana, cepat bereskan semuanya!”
Aku muak mendengar wanita paruh baya itu terus saja memerintahku seenaknya.
Dia pikir aku ini robot yang bisa diperlakukan semaunya tanpa perlu beristirahat.
Entah, kapan penderitaanku ini akan berakhir.
Saat pagi, aku menjadi remaja berumur lima belas tahun yang selalu membersihkan rumah tanpa lelah.
Sedangkan pada malam hari, mau tidak mau aku harus menjadi wanita berumur dua puluh tahun untuk melayani setiap pelanggan wanita itu.
Dengan polesan di sana sini membuatku bisa menyamarka umurku yang sebenarnya.
Adakah seseorang yang akan menyelamatkanku?
Sampaikapan kah aku akan tetap berada di tempat terkutuk ini?
”Kenapa, malah menangis di sini bocah tengik?”
Wanita itu menjambak rambutku dengan kencang. Sakit sekali rasanya,
walaupun tak sebanding dengan luka hati yang selama ini kurasakan.
Ayah, Ibu. Apakah kalian puas sekarang?
Meninggalkanku sendirian dengan wanita bejat dan gila ini?
Kenapa kalian tak membawaku pergi bersama kalian?
Atau setidaknya katakana sesuatu.
Kalian tak pernah mengatakan apa pun selain ‘ini sudah menjadi garis kehidupanmu’
“Berhenti! Aku muak. Kenapa kamu memperlakukanku layaknya bonekamu? Bukankah aku keponakanmu?”
Dengan muka merah dan napas yang terengah menahan amarah, aku beranikan diri membentak wanita itu, aku sudah muak dengannya.
“Keponakanku kamu bilang? Jangan bermimpi! Siapa yang mengatakannya? Apa orangtua bodohmu itu? ahh tidak, bahkan  mereka bukan orangtuamu.”
“Apa maksudmu, mereka bukan orangtuaku?”
“Mereka memang buka orangtuamu. Mereka yang menemukanmu di sebuah sungai dalam peti, dengan selembar surat tertulis di dalamnya. Mereka bodoh, harusnya tidak mengembalikanmu ke sini.
Karena, itu merupakan hari  terakhir mereka untuk hidup.”
“Jadi, kau yang membunuh mereka?”

“Menurutmu?” ucapnya menyeringai.


END

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita Hanya Rangkaian Cerita yang Tak Tahu Akan Menjadi Apa

Aku Sedang Membaca Kata-kata Dalam Tempurung Kepalamu

CERPEN - Toples Selai Kacang