Aku hanya Perlu Memandang Lebih Jauh

                                                                                


Aku menjelajahi waktu yang tak mudah. Melewati jalan berliku yang sangat terjal. Kerikil berserakan di mana-mana, aku sering terjatuh. Tak sedikit mengalami lebam dan terluka. Sehebat dan sekeras apapun waktu ingin menghentikanku, aku tahu, tak mungkin aku berhenti di sini dan sekarang. Jika aku melakukannya semuanya pasti akan sangat sia-sia. Aku tidak akan mendapatkan apa-apa dan menjadi apa-apa.

Aku mengalami berbagai peristiwa, dari yang membuatku tertawa, sampai yang membuatku tersungkur tak berdaya. Terkadang aku berpikir, apakah setiap orang mengalami luka dan perjalanan seberat yang harus aku hadapi. Sampai ketika aku sampai di beberapa persimpangan, aku menemukan seseorang yang bahkan mengalami penderitaan yang lebih parah dari yang aku alami.

Dia berjalan dengan kaki yang tak utuh, ada yang berjalan hanya menggunakan tangannya. Kali ini, aku merasa malu dan benar-benar menyesal pernah mengira semesta tak adil serta Tuhan tak mencintaiku.

 

Padahal, aku hanya salah satu orang yang tak pernah ingin melihat penderitaan orang lain lebih dalam. Tuhan telah menganugerahkan banyak hal. Banyak kesempatan, banyak hal yang bisa dilakukan, tapi aku selalu saja mengeluh dan merasa tidak pernah cukup akan apapun. Semoga Tuhan tak marah.

Aku hanya terkadang sedikit bingung, bagaimana aku harus menghadapinya. Berbagai kejadian berulang membuatku tak merasa baik-baik saja. Aku menelusuri setapak yang tak mudah, dengan kakiku sendiri. Tanpa ada yang membantuku, aku melakukannya sendiri.

Sampai, suatu ketika aku pernah menemukan Ibu tersedu di setiap sujudnya. Ia meminta pada Tuhan untuk selalu membahagiakanku, membuatku baik-baik saja.

 

Ragaku mungkin berjalan sendirian, tapi dibalik itu semua ada doa Ibu dan orang-orang yang menyayangiku, yang selalu mendoakan segala hal yang terbaik untukku.

Terima kasih, untuk segala hal yang selalu kau doakan dan minta pada Tuhan mengenai aku, Bu. Aku sangat beruntung menjadi seorang anak, dari Ibu yang terbaik sepertimu.


Sekarang, aku hanya perlu memandang lebih jauh dan merasakan lebih dalam.
******* 


Purwakarta,  Juli 2020
Sintia NA

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita Hanya Rangkaian Cerita yang Tak Tahu Akan Menjadi Apa

Aku Sedang Membaca Kata-kata Dalam Tempurung Kepalamu

CERPEN - Toples Selai Kacang