CERPEN
Boneka
Oleh
: Sintia N.A
Julian
Troy adalah desainer kelas dunia yang rancangannya di elu-elukan semua
orang.
Ditambah
parasnya yang rupawan menjadikan ia semakin digilai para gadis.
Pada
sebuah pertemuan yang tidak sengaja sore itu, terhitung sebulan yang lalu
di
Cafetalia yang tidak jauh dari apartemennya. Hanya perlu beberapa belokan, ia
bertemu dengan gadis cantik berambut sebahu yang ia tau bernama Divanastasia.
Diva
adalah gadis yang menyenangkan menurutnya. Dia simple dan enak untuk diajak
bicara.
Ritme
suaranya pun teratur, tidak seperti gadis-gadis yang ketika menemuinya selalu
histeris menjerit-jerit tanpa alasan. Itu sugguh membuatnya muak dan jengah.
Seperti
seminggu terakhir ini. Mereka selalu menghabiskan malam di café tempat pertama
kali mereka bertemu. Mereka sudah seperti kawan lama yang tidak dipertemukan
selama bertahun-tahun. Tidak ada yang mereka bicarakan secara khusus sebenarnya
hanya obrolan ringan pelepas penat. Julian kini tahu satu hal. Tidak semua
wanita menyukai hal dewasa yang manis seperti menonton film romantis ataupun
membeli gaun indah ratusan juta.
“Jul,
aku ingin menonton film conan di bioskop!”
Yang
ditanya hanya bergumam sebagai balasan. Jika kalian berpikir para desainer
laki-laki itu selalu kemayu, jawabannya adalah salah. Laki-laki di hadapannya
ini jauh sekali dari kata itu.
Julian
sangat cuek, itulah yang ada di dalam otak kecil Diva.
“Ayolah
Jul, aku takut ketinggalan. Soalnya itu tayang sudah seminggu yang lalu.”
Jul
menghela napasnya sejenak. Menyimpan kertas-kertas yang selalu menemaninya
setiap saat.
“Baiklah.
Kapan kau ingin nonton?”
“Gimana
kalau besok malam?” Mata gadis itu berbinar.
Sebelum
Julian membuka mulutnya. Gadis itu menyela, “Tidak ada penolakan Jul.”
Mereka
berjalan keluar cafe. Jul hanya menghela napas jengah dengan sekilas
menyunggingkan bibirnya. Dia memang tidak pernah bisa menolak apapun yang
diinginkan gadis yang menggandengnya saat ini. Entahlah, dia tidak pernah tega
melakukannya. Ada rasa tak suka ketika melihat gadis itu menekuk wajahnya.
Mereka
berdua terdiam, kertas-kertas yang semula berada di tangan Jul. Kertas-kertas
hidup dan matinya. Kini berserakan tak berdaya di trotoar. Julian membeku
di tempat dengan tangannya yang mengepal. Diva yang melihat itu memunguti kertas
yang menurutnya masih layak. Karena banyak yang berlalu lalang, tak sedikit
yang menginjak kertas itu. Penabrak tak bertanggung jawab yang melakukannya sudah
menghilang entah kemana setelah melihat bola api di dalam mata Jul. Diva
menatap Jul yang membeku. Raut wajahnya tidak pernah ia lihat sebelumnya.
Mukanya merah padam.
“Kembali!
Sekarang! Secepat yang kamu bisa.”
Nada
itu dingin dan penuh ancaman. Semua orang menatap mereka. Pasalnya, ketika Jul
berbicara. Ia seperti bicara pada angin yang berlalu. Diva mengernyit.
Ia
ingin bertanya tapi ia tahu ini bukan waktu yang tepat. Diva menggiring Jul
untuk duduk di bawah pohon yang tak jauh dari café. Tujuh menit mereka menunggu
dalam keheningan.
Tatapan
dan raut wajah Jul masih sama, tidak berubah sedikitpun. Diva hanya bisa
melihat kendaraan di jalan yang berlalu lalang di hadapan mereka, tanpa berkata
apa-apa.
Tiba-tiba
dari arah barat laki-laki berjas merah maroon berlari dengan tergesa-gesa. Napasnya
tersengal, keringat mengucur deras dari dahinya. Ia menumpukkan lututnya di
hadapan Jul. Diva mengernyitkan kening. Bukankah dia laki-laki yang tadi
menabrak Jul? Belum sempat mulutnya bicara, Jul menyela.
“Minta
maaf, setelah itu pergi ke jalan dan diam di sana. Jangan pernah bergerak
sedikitpun.”
Nada
perintah tak terbantahkan. Ucapannya menggaum di sekitarnya. Tapi, yang
diherankan di sini. Diva merasa waktu seolah berhenti saat itu juga ketika Jul memberikan perintah. Wajah
laki-laki asing di hadapannya memohon ampun. Tapi, Jul tak menggubrisnya. Ia tetap memasang tampang super dingin. Jul,
menunjuk jalan di depan mereka yang ramai dengan kendaraan berlalu lalang.
Laki-laki
itu melakukan apa yang diinginkan Jul dengan kaki dan mulut bergetar.
Diva
yang melihat itu shock. Jul, hanya menyunggingkan senyum mengejek melihat apa
yang telah ia perbuat. Malam
itu suara ambulance begitu memekakan telinga. Darah berceceran dimana-dimana.
Dan satu rahasia pun ia ketahui tentang Julian Troy yang ia kagumi itu. Batin
Diva ketakutan.
END
Cerpen ini telah lolos seleksi pemuatan di floressastra
http://floressastra.com/2016/09/28/boneka-cerpen-sintia-nurazizah/
Komentar
Posting Komentar