Cerita Mini - Pulang ke Pangkuan




Aku terseok, menyusuri setapak yang seperti tak berujung. Diikuti senja dengan terburu-buru. Duka sedang bergerombol mengerubungiku sekarang. Air mata kutahan sebisa mungkin agar tak jatuh lebih banyak lagi. Aku ingin sekali menolak untuk percaya, tentang semua ini. Masa-masa silam yang telah terlalui jauh tiba-tiba melemparkanku pada ingatan tentang bagaimana aku mengenal sosoknya. Laki-laki yag dua tahun lebih tua dariku. Seorang teman yang selalu rela untuk direpotkan tanpa mengeluhkan apa-apa.
Perkenalan kita bermula ketika, aku dengannya diterima di perusahaan yang sama dan ditempatkan di bagian yang sama juga. Dia adalah tipe laki-laki yang agak pendiam dan lembut. Mukanya selalu ramah, jarang sekali aku mendapati wajahnya bermuka kecut saat berbincang atau bertemu dengan orang. Senyumnya sangat lebar, dan ia mempunyai suara tawa yang khas. Beberapa kali pun kita pernah melakukan perjalan bersama dengan teman-teman yang lain yang seangkatan dan sebagian juga. Hang out di malam minggu ramai-ramai untuk membunuh kebosanan dan lelah bekerja hampir seminggu full.
Aku mengusap beberapa kali air mata yang sama sekali tak bisa kuajak kompromi, pandanganku beberapa kali mengabur karenanya. Lebih dari 12 jam aku tidak beristirahat, ditambah mendengar kabar seperti ini tubuhku seperti tak berpijak penuh di bumi. Beberapa pesan masuk pun kuabaikan, fokusku saat ini adalah sampai di rumah dengan cepat. Aku mendapat kabar ia kecelakaan, dan meninggal di tempat saat aku masih di kampus. Ia mengalami kecelakaan saat  ingin pulang kampung pada libur natal tahun ini. Dia pulang menggunakan kendaraan roda dua. Dia berangkat pagi, yang padahal malamnya dia baru pulang kerja shift malam. Beberapa teman juga mengatakan jika ia ragu, apakah harus pulang memakai kendaraan pribadi atau kah umum. Beberapa orang teman bahkan mencegah keberangkatannya jika memang ia ragu berkendara sendiri. Karena biasanya jika ia pulang menggunkan kendaraan pribadi selalu ditemani oleh kakanya. Tapi, pada akhirnya ia nekat pergi sendiri. Dan yang paling naas serta menyedihkan adalah bagaimana dia bisa  meninggal, ya Allah. Aku tak sanggup membayangkannya. Ibunya pasti sangat tepukul dan sedih, apalagi ia merupakan anak bungsu.
Mas, kau menutup tahun 2018 dengan menutup usiamu.
Mas, terima kasih karena telah menjadi teman sekaligus mas yang baik untukku. Maaf untuk segala kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan. Semua ucapan yang mungkin membuatmu meringis. Aku ucapkan selamat tinggal. Yang tenang di sana. Semoga Allah tempatkan dirimu di sisi-Nya yang paling mulia. Aamiin.


Sintia NA
Karawang, 22 Desember 2018



*****

note : True Story. Selamat jalan mas ;')

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita Hanya Rangkaian Cerita yang Tak Tahu Akan Menjadi Apa

Aku Sedang Membaca Kata-kata Dalam Tempurung Kepalamu

CERPEN - Toples Selai Kacang