Ada Syukur yang Perlu Kau Tasbihkan Berkali-kali

                                                                                    


Maila memasukan air dalam gelas ke mulutnya berkali-kali, mukanya persis seperti ikan buntal. Ia berpamitan pada Ibunya sebelum pergi, lantas mengatakan, 

"Bu, makanannya kurang matang dan kurang garam aku sampai mual."

Sarin adik bungsunya yang sedang siap-siap ingin berangkat futsal mendengar ucapan itu, dengan keras ia berkata, 

"Yaudah sih ka, bersyukur. Masih mending ada yang mau masakin juga."

Maila mencibir, tak lama ia berangkat. Sarin menyusul di belakangnya. Ibu dua orang anak itu hanya menggelengkan kepalanya, ia menghampiri makanan di atas meja yang tak dihabiskan anak sulungnya, ia mencicipi itu, rasanya memang tidak karuan.

**** 

Sarin bergegas menelepon kakanya saat ia dapati Ibu tengah mengerang kesakitan di meja makan tatkala ia baru sampai rumah. Maila disebrang sana menjawab panik, menyuruh adiknya untuk membawa segera Ibu mereka ke Rumah Sakit. Tak lama Sarin meminta bantuan tetangga untuk membawa Ibunya. Menelepon Ambulance di saat Ibunya terlihat sangat kesakitan begitu Sarin  tak tega, ia takut Ibunya kenapa-kenapa. Sang Ibu segera diperiksa Dokter, Sarin menunggu dengan cemas, ia menengok ke sana-kemari menunggu kakanya yang tak kunjung datang.

Dokter keluar, mengatakan pada Sarin kalau Ibunya tidak apa-apa, hanya keracunan makanan. Sarin mengangkat alisnya, bagaimana mungkin itu bisa? Ia tahu seberapa selektif Ibunya soal makanan di luar. Dokter kembali menambahkan, mungkin dia memakan sesuatu yang salah tadi pagi. Sarin tertegun, tak lama meminta izin pada Dokter untuk melihat Ibunya.

"Bu, apa sekarang lebih baik?"

Sang Ibu mengangguk lemah dengan menyunggingkan senyumnya.

"Jangan katakan padaku kalau Ibu tadi pagi menghabiskan makanan kaka yang di meja makan?"

Sang Ibu tak berani menatap anaknya. Ia hanya memainkan selimut di atas dadanya sambil menundukan kepala.

"Ibu beneran makan makanan tadi pagi?"

Maila langsung nimbrung percakapan Ibu dan adiknya.

"Kenapa Ibu makan?"

Maila memegang dan menatap mata Ibunya sayang.

"Lagian kaka juga. Udah tahu Ibu kan kalau ke makanan kaya gimana, mana pake bilang mual lagi tadi. Ibu kan siapa tahu sakit hati ka dengernya."

Maila menatap wajah Ibunya yang menunduk.

"Ya ampun, Bu. Maaf, kalau Ibu sakit hati. Aku ga ada maksud kaya gitu."

Sang Ibu lama terdiam, ia mengatur dulu napasnya yang sempat tersendat beberapa kali.

"Ibu ga sakit hati, memang sayang aja kalo ga diabisin. Di luaran sana masih banyak yang ga bisa makan. Eh kita malah buang-buang makanan. Tadi udah Ibu coba masak ulang juga, tapi tetep hasilnya ga enak."

Dua kaka beradik itu saling tatap, tak lama mereka meninggalkan Sang Ibu sendiri.

"Ka, lain kali kalau makanan Ibu ga enak, jangan bilang depan Ibu. Terus lebih baik buang di kantung kresek aja." Sarin memberi saran, Maila mengangguk.


***** 

Purwakarta 13 Juni 2020
Sintia NA



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kita Hanya Rangkaian Cerita yang Tak Tahu Akan Menjadi Apa

Aku Sedang Membaca Kata-kata Dalam Tempurung Kepalamu

CERPEN - Toples Selai Kacang